Assalamu'alaikum
A. Lapisan-lapisan Atmosfer
Satu
fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa
langit terdiri atas tujuh lapis.
"Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu." (Al Qur'an, 2:29)
"Kemudian
Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia menjadikannya
tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya." (Al Qur'an, 41:11-12)
Kata
"langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an,
digunakan untuk mengacu pada "langit" bumi dan juga keseluruhan alam
semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau
atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.
Saat
ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang
berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan
dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal
tersebut diuraikan sebagai berikut:
Para
ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan. Lapisan-lapisan
tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya.
Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia membentuk
sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut
STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah bagian dari stratosfer di mana terjadi
penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer disebut MESOSFER. .
TERMOSFER berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan
dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi membentang
dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)
Jika
kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah tersebut, kita
ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam
ayat tersebut.
1.
Troposfer
2.
Stratosfer
3.
Ozonosfer
4.
Mesosfer
5.
Termosfer
6.
Ionosfer
7.
Eksosfer
Keajaiban
penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat Fushshilat ayat ke-12,
"… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." Dengan kata lain,
Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia memberikan kepada setiap langit tugas
atau fungsinya masing-masing. Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir
ini memiliki fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan
seluruh makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari
pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya;
dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor yang
berbahaya.
Salah
satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana
berikut:
Atmosfir
bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan
angin hanya terjadi pada troposfir.
(http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)
(http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)
Adalah
sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang tak mungkin ditemukan tanpa
teknologi canggih abad ke-20, secara jelas dinyatakan oleh Al Qur’an 1.400
tahun yang lalu.
B. Fungsi Gunung
Al
Qur’an mengarahkan perhatian kita pada fungsi geologis penting dari gunung.
"Dan
telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak)
goncang bersama mereka..." (Al Qur'an, 21:31)
Sebagaimana
terlihat, dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa gunung-gunung berfungsi mencegah
goncangan di permukaan bumi.
Kenyataan
ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika Al Qur’an diturunkan.
Nyatanya, hal ini baru saja terungkap sebagai hasil penemuan geologi modern.
Menurut
penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari
lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan
bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang
satunya, sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan
gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan
yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke
bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi.
Dalam
tulisan ilmiah, struktur gunung digambarkan sebagai berikut:
Pada
bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan
terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma. (General Science, Carolyn
Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton,
Massachusetts, 1985, s. 305)
Dalam
sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan
sebagai "pasak":
"Bukankah
Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai
pasak?" (Al Qur'an, 78:6-7)
Dengan
kata lain, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi dengan
memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan
ini. Dengan cara ini, mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari
terombang-ambing di atas lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya.
Singkatnya, kita dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan
lembaran-lembaran kayu tetap menyatu.
Fungsi
pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah
"isostasi". Isostasi bermakna sebagai berikut:
Isostasi:
kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran materi bebatuan di
bawah permukaan akibat tekanan gravitasi. (Webster's New Twentieth Century
Dictionary, 2. edition "Isostasy", New York, s. 975)
Peran
penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi modern dan penelitian gempa,
telah dinyatakan dalam Al Qur’an berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah
Maha Agung dalam ciptaan Allah.
"Dan
telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak)
goncang bersama mereka..." (Al Qur'an, 21:31)
C. Angin Yang Mengawinkan
Dalam
sebuah ayat Al Qur’an disebutkan sifat angin yang mengawinkan dan terbentuknya
hujan karenanya.
"Dan
Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari
langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu
yang menyimpannya." (Al Qur'an, 15:22)
Dalam
ayat ini ditekankan bahwa fase pertama dalam pembentukan hujan adalah angin.
Hingga awal abad ke 20, satu-satunya hubungan antara angin dan hujan yang
diketahui hanyalah bahwa angin yang menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu
meteorologi modern telah menunjukkan peran "mengawinkan" dari angin
dalam pembentukan hujan.
Fungsi
mengawinkan dari angin ini terjadi sebagaimana berikut:
Di
atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya
terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung ini pecah,
ribuan partikel kecil dengan diameter seperseratus milimeter, terlempar ke
udara. Partikel-partikel ini, yang dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan
debu daratan yang terbawa oleh angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas
atmosfer. . Partikel-partikel ini dibawa naik lebih tinggi ke atas oleh angin
dan bertemu dengan uap air di sana. Uap air mengembun di sekitar
partikel-partikel ini dan berubah menjadi butiran-butiran air. Butiran-butiran
air ini mula-mula berkumpul dan membentuk awan dan kemudian jatuh ke Bumi dalam
bentuk hujan.
Sebagaimana
terlihat, angin “mengawinkan” uap air yang melayang di udara dengan
partikel-partikel yang di bawanya dari laut dan akhirnya membantu pembentukan
awan hujan.
Apabila
angin tidak memiliki sifat ini, butiran-butiran air di atmosfer bagian atas
tidak akan pernah terbentuk dan hujanpun tidak akan pernah terjadi.
Hal
terpenting di sini adalah bahwa peran utama dari angin dalam pembentukan hujan
telah dinyatakan berabad-abad yang lalu dalam sebuah ayat Al Qur’an, pada saat
orang hanya mengetahui sedikit saja tentang fenomena alam…
D. Lautan Yang Tidak Bercampur Satu Sama Lain
Salah
satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah
berkaitan dengan ayat Al Qur’an sebagai berikut:
"Dia
membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya
ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing." (Al Qur'an,
55:19-20)
Sifat
lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini
telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika
yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling
bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan
permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding
tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of
Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93.)
Sisi
menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki
pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan,
hal ini dinyatakan dalam Al Qur’an.
E. Kegelapan dan Gelombang Di Dasar Laut
"Atau
seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang
tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat
melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah
tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun." (Al Qur'an, 24:40)
Keadaan
umum tentang lautan yang dalam dijelaskan dalam buku berjudul Oceans:
Kegelapan
dalam lautan dan samudra yang dalam dijumpai pada kedalaman 200 meter atau
lebih. Pada kedalaman ini, hampir tidak dijumpai cahaya. Di bawah kedalaman
1000 meter, tidak terdapat cahaya sama sekali. (Elder, Danny; and John
Pernetta, 1991, Oceans, London, Mitchell Beazley Publishers, s. 27)
Kini,
kita telah mengetahui tentang keadaan umum lautan tersebut, ciri-ciri makhluk
hidup yang ada di dalamnya, kadar garamnya, serta jumlah air, luas permukaan
dan kedalamannya. Kapal selam dan perangkat khusus yang dikembangkan
menggunakan teknologi modern, memungkinkan para ilmuwan untuk mendapatkan
informasi ini.
Manusia
tak mampu menyelam pada kedalaman di bawah 40 meter tanpa bantuan peralatan
khusus. Mereka tak mampu bertahan hidup di bagian samudra yang dalam nan gelap,
seperti pada kedalaman 200 meter. Karena alasan inilah, para ilmuwan hanya
baru-baru ini saja mampu menemukan informasi sangat rinci tersebut tentang
kelautan. Namun, pernyataan "gelap gulita di lautan yang dalam"
digunakan dalam surat An Nuur 1400 tahun lalu. Ini sudah pasti salah satu
keajaiban Al Qur’an, sebab infomasi ini dinyatakan di saat belum ada perangkat
yang memungkinkan manusia untuk menyelam di kedalaman samudra.
Selain
itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An Nuur "Atau seperti gelap
gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak
(pula), di atasnya (lagi) awan…"mengarahkan perhatian kita pada satu
keajaiban Al Qur’an yang lain.
Para
ilmuwan baru-baru ini menemukan keberadaan gelombang di dasar lautan, yang
"terjadi pada pertemuan antara lapisan-lapisan air laut yang memiliki
kerapatan atau massa jenis yang berbeda." Gelombang yang dinamakan
gelombang internal ini meliputi wilayah perairan di kedalaman lautan dan
samudra dikarenakan pada kedalaman ini air laut memiliki massa jenis lebih
tinggi dibanding lapisan air di atasnya. Gelombang internal memiliki sifat
seperti gelombang permukaan. Gelombang ini dapat pecah, persis sebagaimana
gelombang permukaan. Gelombang internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia,
tapi keberadaannya dapat dikenali dengan mempelajari suhu atau perubahan kadar
garam di tempat-tempat tertentu. (Gross, M. Grant; 1993, Oceanography, a
View of Earth, 6. edition, Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc., s. 205)
Pernyataan-pernyataan
dalam Al Qur'an benar-benar bersesuaian dengan penjelasan di atas. Tanpa adanya
penelitian, seseorang hanya mampu melihat gelombang di permukaan laut. Mustahil
seseorang mampu mengamati keberadaan gelombang internal di dasar laut. Akan
tetapi, dalam surat An Nuur, Allah mengarahkan perhatian kita pada jenis
gelombang yang terdapat di kedalaman samudra. Sungguh, fakta yang baru saja
diketemukan para ilmuwan ini memperlihatkan sekali lagi bahwa Al Qur'an adalah
kalam Allah.
F. Kadar Hujan
Fakta
lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan adalah bahwa hujan
diturunkan ke bumi dalam kadar tertentu. Hal ini disebutkan dalam Surat Az
Zukhruf sebagai berikut;
"Dan
Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami
hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan
(dari dalam kubur)." (Al Qur'an, 43:11)
Kadar
dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan melalui penelitian modern.
Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16 juta ton air menguap dari bumi. Angka
ini menghasilkan 513 trilyun ton air per tahun. Angka ini ternyata sama dengan
jumlah hujan yang jatuh ke bumi dalam satu tahun. Hal ini berarti air
senantiasa berputar dalam suatu siklus yang seimbang menurut "ukuran atau
kadar" tertentu. Kehidupan di bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan
sekalipun manusia menggunakan semua teknologi yang ada di dunia ini, mereka
tidak akan mampu membuat siklus seperti ini.
Bahkan
satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan segera mengakibatkan
ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri kehidupan di bumi. Namun, hal
ini tidak pernah terjadi dan hujan senantiasa turun setiap tahun dalam jumlah
yang benar-benar sama seperti dinyatakan dalam Al Qur’an.
G. Pembentukan Hujan
Proses
terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu
yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap
pembentukan hujan..
Pembentukan
hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik
ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap
ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang
memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
"Dialah
Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka,
apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba
mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)
Kini,
mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.
TAHAP
KE-1: "Dialah
Allah Yang mengirimkan angin..."
Gelembung-gelembung
udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan,
pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju
langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin
dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol,
membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi
dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut
"perangkap air".
TAHAP
KE-2: “...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di
langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal..."
Awan-awan
terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau
partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil
(dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara
dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP
KE-3: "...lalu
kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel
air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu
mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih
berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai
hujan.
Semua
tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain
itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana
fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan
penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan
fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh
ilmu pengetahuan.
Dalam
sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
"Tidaklah
kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah
olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan
seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada
siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya.
Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al
Qur'an, 24:43)
Para
ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan
berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang
mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula.
Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai
berikut:
TAHAP
- 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP
- 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan
kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih
besar.
TAHAP
- 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling
bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal
ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di
bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan
gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling
bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan
besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih
dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin
membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi
mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan
jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John
J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269;
Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s.
141-142)
Kita
harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui
proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya,
dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit,
komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi
yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.
H. Pergerakan Gunung
Dalam
sebuah ayat, kita diberitahu bahwa gunung-gunung tidaklah diam sebagaimana yang
tampak, akan tetapi mereka terus-menerus bergerak.
"Dan
kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (Al Qur'an, 27:88)
Gerakan
gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada.
Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada
awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman
bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi
menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang
berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para
ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni
50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam
sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh
tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang
dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar
180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya
bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah
Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa
kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali
India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi
menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua
yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi
secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga
menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di
Bumi.
Pergerakan
kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal
abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak
dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas
lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan
beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik,
lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar
lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm
per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan
menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya,
Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert
Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton,
Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada
hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah
menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan.
(Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah "continental drift"
atau "gerakan mengapung dari benua" untuk gerakan ini. (National
Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak
dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah
ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al
Qur’an.
SubhanAllah, Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar