Assalamu'alaikum
Dalam beberapa
adat pernikahan yang ada di Indonesia, kita mungkin pernah atau bahkan sering
menjumpai pengantin wanita mencukur habis alisnya karena harus menyesuaikan
dengan riasan pengantin di wajahnya. Tidak hanya itu, mencukur alis sampai
habis pun sering kali dilakukan oleh banyak wanita yang bekerja di luar rumah
untuk mempercantik diri, dengan alasan penampilan adalah penunjang keberhasilan
karir mereka.
A. Hukum Mencukur Alis

Padahal
sesungguhnya perbuatan mencukur alis ini adalah salah satu perbuatan yang
dilarang dan diharamkan dalam syariat Islam. Nabi Muhammadshallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
لَعَنَ
النَّبِيُّ صلّى الله عليه وسلّم النَّامِصَةَ وَالمُتَنَمِّصَةَ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menghilangkan bulu alis dan
yang meminta dihilangkan bulu alisnya.” (HR. Abu Dawud, dan terdapat
hadits pendukung yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari & Muslim)
Menghilangkan
bulu alis maksudnya adalah mencabut bulu alis atau mencukur bulu alis atau
mengerik bulu alis, dan bisa saja dilakukan sendiri baik itu sebagian maupun
seluruhnya, dengan alat ataupun dengan tanpa alat. Perbuatan menghilangkan bulu
alis ini termasuk perbuatan merubah ciptaan Allah. Karena itu hendaknya setiap
wanita menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Namun bila
seorang wanita menemukan rambut atau bulu yang seharusnya tidak tumbuh pada
wajah seorang wanita, seperti kumis dan jenggot, maka ia boleh menghilangkannya
karena kumis dan jenggot tadi dapat memberikan mudharat dan memperburuk
rupanya.
Kodrat seorang
wanita adalah ingin selalu tampil cantik, namun tampil cantiknya seorang wanita
haruslah dalam koridor syariat. Dimana kecantikan seorang wanita adalah hak
suaminya, dan hanya boleh dilihat oleh orang-orang yang menjadi mahramnya. Dan
seorang wanita mukminah adalah wanita yang selalu menjaga kehormatan dirinya
dan menjaga hak-hak suaminya.
B.
Hukum
Me-rebounding Rambut
Beberapa
pelajar yang berambut halus (lurus) menjadikan rambutnya keriting dengan cara
yang sudah dikenal di tengah-tengah mereka. Apa hukum perbuatan semacam ini
padahal diketahui bahwa hal ini sering dilakukan oleh orang barat?
Jawab: Para ulama
mengatakan bahwa perbuatan mengkriting rambut itu tidak mengapa, artinya
asalnya boleh saja. Asalkan mengkriting rambut tersebut tidak menyerupai model
wanita fajir dan kafir, maka tidaklah mengapa. [Sumber: Fatawa Al Jaami’ah lil
Mar’ah Al Muslimah (3/889)]
Syaikh Sholih
bin Fauzan Al Fauzan hafizhohullah (salah satu anggota Komisi
Fatwa di Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’)
juga pernah ditanya mengenai hukum taj’id ar ro’si. Yang dimaksud
di sini adalah mengkriting rambut atau membuatnya lebih keriting. Keriting
tersebut bertahan beberapa waktu. Terkadang wanita yang ingin mengkriting
rambutnya ini pergi ke salon-salon dan menggunakan bahan atau alat tertentu
sehingga membuat rambut tersebut keriting sampai enam bulan.
Jawab: Diperbolehkan
bagi wanita untuk mengkriting rambutnya asalkan tidak mengikuti model orang
kafir. Syarat lainnya, ia tidak boleh menampakkan rambutnya tadi kepada para
pria selain mahromnya. Ia boleh mengkriting rambutnya dengan bantuan wanita
lain yang dapat dipercaya. Keriting rambut tersebut boleh bertahan sebentar
atau dalam waktu yang lama. Ia boleh menggunakan bahan yang mubah (dibolehkan)
atau selainnya untuk mengkriting rambut tersebut. Namun catatan yang perlu
diperhatikan, hendaklah wanita tersebut tidak pergi ke salon untuk melakukan
hal ini. Karena jika ia mesti keluar rumah, itu akan menimbulkan fitnah (godaan
bagi para pria) atau ia akan terjerumus dalam hal yang dilarang. Pekerja salon
boleh jadi adalah wanita yang tidak paham agama (sehingga tidak dapat dipercaya
dan dapat membuka aibnya, pen), atau bahkan lebih parah lagi jika pekerjanya
adalah seorang pria, jelas-jelas ia haram untuk menampakkan rambutnya pada
mereka.
Rebounding Itu Haram Bagi Wanita yang Tidak Berjilbab
Dari penjelasan
kedua ulama besar di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa mengkriting rambut
asalnya dibolehkan. Ini berlaku pula untuk rebounding (membuat
rambut keriting menjadi lurus/halus). Namun ada catatan yang mesti
diperhatikan:
Pertama: Keriting dan
rebounding tersebut tidak boleh mengikuti model wanita kafir atau wanita fajir
(yang gemar maksiat).
Kedua: Yang boleh
mengkriting rambut atau merebounding adalah wanita yang dapat dipercaya
sehingga tidak akan membuka aib-aibnya. Lebih-lebih tidak boleh lagi jika yang
mengkriting rambutnya adalah seorang pria yang ia haram menampakkan rambut pada
mereka.
Ketiga: Rambut yang
dikeriting atau direbounding tidak boleh ditampakkan kecuali pada suami atau
mahromnya saja.
Sehingga dari
sini, wanita yang tidak berjilbab tidak boleh merebounding rambut atau
mengkeriting rambutnya karena tujuan ia yang haram yaitu ingin pamer rambut
yang merupakan aurat yang wajib ditutupi. Asalnya, memang mengkeriting atau
merebounding itu dibolehkan namun karena tujuannya untuk pamer aurat yaitu
rambutnya, maka ini menjadi haram. Ada sebuah kaedah yang sering disampaikan
para ulama: al wasa-il ilaa haroomin haroomun (perantara
menuju perbuatan haram, maka perantara tersebut juga haram). Pamer aurat
adalah haram. Rebounding bisa dijadikan jalan untuk pamer aurat. Sehingga
berdasarkan kaedah ini rebounding pada wanita yang pamer aurat (enggan
berjilbab) menjadi haram.
Bahaya Pamer Rambut yang Merupakan Aurat
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ
مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ
كَذَا وَكَذَا
“Ada dua
golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang
memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita
yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk
unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan
mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Di antara
tafsiran “wanita yang berpakaian tetapi telanjang” adalah wanita tersebut
membuka aurat yang wajib ditutupi seperti membuka rambut kepala. Padahal
aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan
telapak tangan. Berarti rambut kepala termasuk aurat yang wajib ditutup. AllahTa’ala berfirman,
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur: 31). Berdasarkan
tafsiran Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Atho’ bin Abi Robbah, ‘Ikrimah, Makhul Ad
Dimasqiy, dan Al Hasan bin Muhammad Al Hanafiyah rahimahumullah bahwa
yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Lihatlah
ancaman untuk wanita yang sengaja buka-buka aurat: Wanita seperti itu
tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium
selama perjalanan sekian dan sekian.
Rambut kepala
juga merupakan perhiasan wanita yang wajib ditutupi. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti
orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah
mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj
mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat
mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”
Dari sini,
sungguh sangat aneh jika ada yang menghalalkan rebounding untuk wanita yang
ingin pamer aurat?!
Semoga para
wanita muslimah selalu diberi taufik oleh Allah untuk memiliki sifat malu.
Sifat inilah yang akan mengantarkan mereka pada kebaikan. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ
لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Rasa malu
tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”
Semoga Allah
memberi taufik untuk memperhatikan dan mengamalkan aturan yang telah Allah
gariskan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi
sempurna.
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal
Wallahul
Musta’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar