Assalamu'alaikum
Bulan Ramadhan
adalah bulan yang amat suci dan amat sakral. Sudah kita ketahui bersama bahwa
puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja. Kita punya kewajiban pula
untuk meninggalkan maksiat. Namun demikianlah sudah jadi hal yang wajar di
tengah-tengah pemuda, terlebih dahulu memadu kasih sebelum menikah. Harus
saling mengenal satu dan lainnya sebelum menaruh pilihan untuk menikah.
Aktivitas pacaran ini lebih hangat lagi kita temui di bulan Ramadhan, apalagi
menjelang waktu berbuka. Sambil menunggu berbuka ‘ngabu burit’, kita akan
saksikan di berbagai rumah makan masing-masing dengan pasangannya.
Bahaya Pacaran
Pacaran
tidaklah lepas dari zina mata, zina tangan, zina kaki dan zina hati. Dari Abu
Hurairah, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ
وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ
زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ
وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak
Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi,
tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga
dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan
meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan
atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Sms-an dengan
kekasih dan berdua-duan ini adalah bentuk kholwath (campur baur dengan lawan
jenis) yang terlarang. Walaupun tidak terjadi pertemuan langsung, tetap sms-an
dengan lawan jenis dinilai sebagai bentuk semi kholwath. Hal ini terlarang
berdasarkan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ
يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Janganlah
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.”
(HR. Bukhari no. 5233)
Kenapa sampai
aktivitas-aktivitas di atas terlarang padahal tidak sampai melakukan zina atau
hubungan intim layaknya suami-istri? Jawabannya, karena Allah dan Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu yang terbaik bagi hamba-Nya. Sehingga segala
hal yang akan mengantarkan pada yang haram pun terlarang. Oleh karenanya,
segala hal yang mengantarkan pada zina, jadi terlarang. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا
تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32). Dalam Tafsir Jalalain dikatakan
bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah
melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi
sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang. Asy Syaukani dalam Fathul
Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja
tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.”
Maksiat Saat
Puasa
Jika sudah
jelas bahwa aktivitas pacaran, berdua-duan, dan jalan-jalan dengan lawan jenis
itu terlarang, maka tentu saja hal tersebut dapat merusak puasa. Karena puasa
tentu saja harus meninggalkan maksiat. Orang yang bermaksiat saat puasa bisa
membuat pahala puasanya yang amat besar hilang atau tidak mendapatkan sama
sekali.
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ
يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak
butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ
الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ
“Puasa
bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan
menahan diri dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor.” (HR. Ibnu
Khuzaimah 3: 242. Al A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih)
Jabir bin
‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seandainya engkau berpuasa maka
hendaknya pendengaran, penglihatan dan lisanmu turut berpuasa, yaitu menahan
diri dari dusta dan segala perbuatan haram serta janganlah engkau menyakiti
tetanggamu. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu
jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Latho’if Al
Ma’arif, 277).
Mala ‘Ali Al
Qori rahimahullah berkata, “Ketika berpuasa begitu keras larangan untuk
bermaksiat. Orang yang berpuasa namun melakukan maksiat sama halnya dengan
orang yang berhaji lalu bermaksiat, yaitu pahala pokoknya tidak batal, hanya
kesempurnaan pahala yang tidak ia peroleh. Orang yang berpuasa namun bermaksiat
akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang ia lakukan.”
(Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, 6/308).
Al Baydhowi rahimahullah mengatakan, “Ibadah puasa bukanlah hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Bahkan seseorang yang menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa pada kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah tidak akan melihat amalannya, dalam artian tidak akan menerimanya.” (Fathul Bari, 4/117).
Al Baydhowi rahimahullah mengatakan, “Ibadah puasa bukanlah hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Bahkan seseorang yang menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa pada kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah tidak akan melihat amalannya, dalam artian tidak akan menerimanya.” (Fathul Bari, 4/117).
Penjelasan di
atas menunjukkan sia-sianya puasa orang yang bermaksiat, termasuk dalam hal ini
adalah orang yang berpuasa namun berpacaran. Oleh karenanya, bulan puasa
semestinya bisa dijadikan moment untuk memperbaiki diri. Bulan Ramadhan ini
seharusnya dimanfaatkan untuk menjadikan diri menjadi lebih baik. Ingatlah
sebagaimana kata ulama salaf, “Tanda diterimanya suatu amalan adalah kebaikan
membuahkan kebaikan.”
Tempuh Jalan
Halal
Saran kami,
tempuhlah jalan yang halal. Mengenal pasangan tidak mesti lewat pacaran. Ada
jalur halal yang telah digariskan Islam tanpa mesti lewat pacaran, lewat
ta’aruf sesaat, lalu putuskan atau tidak untuk menikah dengan lawan jenis
tersebut. Jadi waktu mengenal dan menikah tidaklah lama, juga niatannya
adalah untuk serius ingin membina rumah tangga bersama. Perlu Anda tahu bahwa
pacaran yang lebih menyenangkan adalah nanti setelah nikah. Solusi untuk saat
ini adalah bersabar dan bersabar jika memang belum siap untuk menikah. Setiap
orang pasti menemui waktu tersebut.
Moga di bulan penuh barokah ini, kita diberi taufik oleh Allah untuk semakin taat pada-Nya. Wallahu waliyyut taufiq.
Moga di bulan penuh barokah ini, kita diberi taufik oleh Allah untuk semakin taat pada-Nya. Wallahu waliyyut taufiq.
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar