Assalamu'alaikum
Ternyata masih banyak di kalangan kaum muslimin yang belum memahami
dan mengetahui tentang masalah suci atau najisnya darah. Bahkan, di Indonesia
saja, darah dijadikan sebagai obat atau makanan pengganti hati karena warnanya
yang hampir serupa dengan hati.
Nah, berikut ini ada beberapa penjelasan mengenai seputar suci atau
najisnya darah yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -hafizhahullah-
:
1.
Darah yang mengalir dari hewan yang najis baik dalam keadaan hidup maupun sudah
mati (bangkainya), maka darahnya adalah najis secara mutlak. Misalnya, darah
babi dan anjing. Sedikit ataupun banyak tetap najis dan wajib dibersihkan.
2.
Darah yang keluar dari hewan suci baik dalam keadaan hidup dan mati, seperti
ikan dan belalang, maka darahnya adalah suci. Karena apabila bangkainya suci
hal itu menjadi dalil atas sucinya darah. Sesungguhnya haramnya bangkai adalah
karena adanya darah di dalamnya, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam :
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: (مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللهِ
عَلَيْهِ فَكُلْ) رواه البخاري ومسلم
“Sesuatu yang
mengalirkan darah dan disebut nama Allah Subhanahu wa ta’ala atasnya (saat
menyembelih) maka makanlah.”
Hadits ini juga
menjadi dalil atas sucinya darah binatang suci yang mati karena disembelih
dengan menyebut nama Allah atasnya. Misalnya, darah sapi atau kambing yang mati
karena disembelih, jika disembelih dengan menyebut nama Allah, maka darahnya
adalah suci. Apabila pakaian atau sepatu terciprat darahnya, maka tidaklah
membatalkan wudhu dan shalat, akan tetapi sebaiknya dibersihkan.
Allah Ta’ala
berfirman:
قُل
لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ
أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ
رِجْسٌ
“Katakanlah,
“Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua
itu kotor (rijs).” (QS. Al-An’am 145)
Begitu juga
dengan darah nyamuk, lalat, semut, dll karena bangkainya suci maka darahnya pun
suci.
3.
Darah haid dan darah nifas pada wanita adalah najis secara mutlak. Sedikit
ataupun banyak tetap najis dan wajib untuk dibersihkan.
Dari Asma’ -radhiallahu
anha- :
جَاءَتْ
امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ
إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّي فِيه
“Seorang
perempuan datang menemui Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- seraya berkata,
“Pakaian salah seorang dari kami (wanita) terkena darah haid, apa yang harus
dia lakukan?” Beliau menjawab, “Keriklah darah itu, kemudian bilaslah dia
dengan air, kemudian cucilah ia. Setelah itu (kamu boleh) memakainya untuk
shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 330 & Muslim no. 291)
4.
Darah yang mengalir dari manusia adalah suci serta tidak membatalkan wudhu dan
shalat menurut sebagian besar Ulama’, akan tetapi membersihkannya adalah yang
utama. Misalnya mimisan, darah yang keluar karena luka, muntah darah, atau
darah istihadhah maka sedikit atau banyaknya tidaklah membatalkan wudhu dan
shalat. Dalil sucinya darah istihadhah adalah dengan adanya perintah untuk
tetap mengerjakan shalat dan tidak terhalangnya atas hal-hal yang dibolehkan
saat suci ketika seorang wanita mengalami istihadhah.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar